Hai, hello.. apa kabarnya hari ini? semoga sehat selalu. Artikel telatan, testnya sih sudah sejak november tapi baru nulisnya sekarang, maklum lagi super sibuk… 😀 (meh,, padahal mah super malas).
Unit yang saya tes ini adalah kepunyaan mertua saya, yang pernah ngomong yg penting hanya fungsinya, saya quote
…Mungkin yg dibutuhkan hanyalah fungsinya saja, (begitu pula saat saya tanya kenapa ngga sekalian ambil yg 150?, jawabnya “yg penting bisa dipake pasar, selisih nya bisa dipake buat yg lain” :D)…
Ya, bagi kebanyakan orang, jika disuruh milih produk yg lebih superior namun dengan harga yg selisih sedikit, pasti akan milih produk yg lebih superior tersebut, nambah dikit udah dapet yg 150 cc, tapi bila target pertanyaan itu emak-emak, pasti milih yg termurah, dengan alasan lebih terjangkau, untuk mesin mah ngapain gede-gede yg penting bisa ngglundung ke pasar.
Impresi fisik
Kalo dari segi desainnya, saya suka lihat dari samping, rumah lampunya keren, tajam, tapi kalo dari depan kaya cheshire cat, kucing di allice in wonderland yg nyengir mulu. Tapi overall bagus, ngga ada yg bikin saya mencela kebangetan. Console box kiri dan kanan pun berfungsi maksimal untuk naruh barang, beda dengan N-Max, yg konsol box sebelah kanan hanya bisa untuk uang koin saja.

dari depan seperti cheshire cat
Fitur auto shutter nya bermanfaat sekali untuk keamanan, lubang kunci langsung menutup ketika anak kunci dicabut, manfaat bagi orang yg pelupa, beda dengan Ilsa yg harus menekan tombol untuk menutup lubang kunci.
Jarak dengkul masih tolerable, karena kebiasaan pake Ilsa bisa selonjoran, bisa kok selonjoran di vario, kaki diletakkan di ujung dek dengan telapak menjulur ke luar. 😀
Satu hal yg bikin kaget ketika pindah motor dari N-Max (atau motor yamaha pada umumnya) ke vario ini (atau motor honda pada umumnya) yakni peletakan tombol klakson yang terbalik. jika sudah kebiasaan naik yamaha, lalu seketika naik honda pasti akan salah pencet jika mau belok, niatnya ingin sign kiri/kanan malah bunyi klakson yg keluar… 😀
Untuk bagasi underseat cukup untuk menyimpan jas hujan dan tools dll.

mau belok malah beeeppp.. 😀
Ergonomi
Karena saya terbiasa naik Ilsa, begitu naik vario ini terasa lebih rendah karena kaki lumayan bisa napak, ketika meraih stang kok malah berasa kayak nunduk ya? tangan serasa jauh kebawah jika dibandingkan dengan Ilsa. Jika biasanya naik Ilsa jika ingin lihat ke dashboard tinggal me-lirik-kan mata saja, beda jika naik vario ini, kepala juga harus ikutan nunduk untuk melihat dashboard, mungkin efek helm saya yg moncongnya kepanjangan… 😀 .
Impresi berkendara
Saat mesin dinyalakan, ECG starter nya luar biasa hening, ngga ada suara cekrek khas dinamo starter, ini salah satu strong point di vario ini. Ketika berkendara, motor serasa kecil, stangnya pendek dan kebawah jadi berasa bawa bebek underbone yg dipotong lehernya.
Unit yg saya pakai ini diperkirakan pernah jatuh, hal ini berdasarkan cermin spion kanan yg pecah dan handling yg agak berat jika stang digerakkan jadi asumsi saya as komstirnya bermasalah.
Karena test ride hanya sekedar saja, jarak yg saya tempuh relatif sangat pendek sekitar 3km-an saja. Untuk putaran bawah, vario ini sangat responsif, untuk stop and go enak, mau sruntulan lebih enak lagi, 80 kph dicapai dengan cepat, tapi jika sudah 80 kph naiknya cenderung lama (lagian dalam kota gini dimana sih bisa dapet diatas 80 kph?)
Di lain kesempatan saya pernah bawa hingga ke cimahi, jarak PP kira-kira 30 kilo meter, bawaannya pengen ngebut terus dari rpm bawah karena mesin yg responsif dan minus fuel bar consumption. Beda jika naik Ilsa, karena putaran bawahnya santai, jadi gas harus diurut, kalo langsung gas pol ada jeda kosong sebelum VVA beralih ke rpm tinggi, serta ada fitur konsumsi bbm real time, jadi mikir kalo buka gas yg ga perlu. Nah kalo naik vario saya jadi tidak concern mengenai penggunaan bbm, mau irit atau ngga yg penting gas pollll.. Luar biasa sekali efek fuel consumption bar kepada saya.
Karena ISS sudah disematkan dimesin, mari kita pakai, lebih baik ada tapi ngga dipakai daripada ngga ada sama sekali, sama kaya jas hujan. Iddling stop running, berhenti sebentar, dalam hitungan 3 detik mesin mati dan idikator ISS berkedip, canggih euy, coba fitur ini ada di Ilsa jadi ngga perlu nurunin SSS di setiap lampu lalu-lintas. Tapi betenya kalo lagi macet, sedikit-sedikit mesin mati, untungnya dibikin saklar jadi tinggal di-nonaktifkan saja.
Pengereman
Secara pribadi saya kurang suka dengan Combined Brake System (CBS), dimana rem depan dan belakang aktif dua-duanya jika rem belakang ditarik, berasa kagok gimana gitu. Untuk performa rem ya harus bagus, masak pabrikan bikin rem ngga bisa berhenti…? hehehe.
Shock absorber
Shock breaker/absorber nya empuk tapi joknya keras, masih lebih baik dari Ilsa yg joknya agak empuk dan shock absorbernya keras.
Keunggulan
Dari beberapa aspek yg saya rasakan, strong point dari vario 125 esp iss ini :
- Starter ECG nya nggeleserrrr…
- mesin responsif di putaran bawah hingga menengah
- Fitur ISS
- head lamp (kalo dari samping)
- Auto shutter key
- konsol box kiri dan kanan bisa dipakai maksimal
- shock breaker empuk
Kekurangan (menurut saya pribadi)
- Dimensi kecil… 😀
- butuh effort jika ingin lihat dashboard
- leher stang berat (perkiraan unit pernah jatuh)
- jok nya keras
Kesimpulan
Honda Vario eSP ISS ini banyak kelebihannya, pantas jika banyak peminatnya dan berseliweran dijalan, disamping keunggulan juga kapasitas produksi honda yg massive membuat skutik ini laris. Kekurangan akan produk ini sih enggak, namun lebih ke personal saya dalam menyikapi suatu produk, saya ngga tertarik aja akan produk ini… 😀

head lamp keren kalo dilihat dari samping

spion pecah diperkirakan pernah jatuh

jarak dengkul masih lumayan

bisa selonjoran juga… 😀

ada cantelan helm

auto shut ignition
Enjoy the reading…
Ara59
Hi… let’s be friend…
e-mail : dawn_alliance@yahoo.co.id
whatsapp : +62816581958